Kamis, 05 April 2012

KATEGORI ADOPTER


WAAWWW! sudah lama tak bersua… teman-teman, kali ini kita akan membahas materi DIP kita adalah tentang kategori adopter, sebelum membahas adopter.. sebelumnya kita cari tahu dulu, apa itu adopter…
Adopter adalah orang yang memakai atau menerima suatu inovasi. Adopter dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan inovasi mereka (innovativeness) dan berdasarkan kecepatan mereka mengadopsi suatu inovasi yang diperkenalkan. Pembagian anggota sistem sosial ke dalam kelompok kelompok adopter (penerima inovasi) berdasarkan tingkat keinovatifannya yakni lebih awal atau lebih lambatnya seseorang mengadopsi dibandingkan dengan anggota sistem lainya.
Terdapat 5 jenis tipe adopter .. 

1.       1.Innovator
Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini memiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.
 
2.      2.  Early adopter
Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.

3.       3. Early majority
Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.

4.       4. Late majority
Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.

5.       5. Laggard
Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.

Setelah kita mengetahui apa itu adopter dan 5 tipenya, nah kali ini saya akan menayangkan hasil analisis jawaban teman-teman TP. Yukk kita lihat, sudah pada jenis adopter yang mana sih mahasiswa/I TP 2010 .
Berikut tabulasi dan chart’a.
Chek it out !

sudah jelas terlihat, bahwa sebenarnya anak-anak TP 37 % banyak yang ingin menjadi seorang innovator, dikarenakan TP adalah calon agen perubahan, tanpa menjadi seorang inovasi, perubahan tak akan berjalan, sehingga banyak yang lebih menginginkan menjadi innovator.

selanjutnya disini ada beberapa alasan, mengapa teman-teman TP meilih menjadi Innovator.



 luar biasa, teman-teman TP memang benar-benar termotivasi untuk menjadi seorang innovator dikarenakan ingin meningkatkan kualitas pendidikan, dapat terus mengembangkan inovasi yang sudah ada dan menciptakan training-training centre.

selanjutnya, mari kita lihat alasan teman-teman TP yang mengkategorikan dirinya selain sebagai seorang innovator. chek it out !



berikut adalah data-data kategori adopter mahasiswa/i TP 2010..
sayang sekali rasanya ilmu TP jika tidak dapat menghasilkan inovasi dari lulusanya. Dalam menghadapi perkembangan ilmu, teknologi, dan kehidupan, inovator juga harus ditambah sehingga nantinya produk inovasi dapat terus membantu memecahkan permasalahan dalam dunia pendidikan. meskipun belum menjadi seorang innovator, pastikan kalau diri kita pasti mampu untuk membuat perubahan-perubahan positif terhadap pendidikan... terus berinovasi untuk kualitas pendidikan yang lebih bermutu. :)

Sabtu, 17 Maret 2012

HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA

Ada yang mengatakan bahwa antara ilmu, filsafat dan agama memiliki hubungan. Namun demikian, tidak menafikan terhadap pandangan bahwa satu sama lain merupakan ‘sesuatu’ yang terpisah; di mana ilmu lebih bersifat empiris, filsafat lebih bersifat ide dan agama lebih bersifat keyakinan. Agama bukan hanya usaha untuk mencapai kesempurnaan, bukan pula moralitas yang tersentuh emosi.
Agama bergerak dari individu ke masyarakat. Dalam geraknya menuju pada realitas penting yang berlawanan dengan keterbatasan manusia.
Baik ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan.
Masih menurutnya, baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia (akal, budi, rasio, reason, nous, rede, vertand, vernunft). Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empirik) dan percobaan.
Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengembarakan atau mengelanakan akal budi secara radikal dan integral serta universal tidak merasa terikat dengan ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini), sedangkan kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental).

Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat bersifat nisbi (relatif), sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah wahyu yang di turunkan Dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak dan Maha Sempurna. Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.
Adapun titik singgung, adalah perkara-perkara yang mungkin tidak dapat dijawab oleh masing-masingnya, namun bisa dijawab oleh salah satunya. Gambarannya, ada perkara yang dengan keterbatasan ilmu pengetahuan atau spekulatifnya akal, maka keduanya tidak bisa menjawabnya. Demikian pula dengan agama, sekalipun agama banyak menjawab berbagai persoalan, namun ada persoalan-persoalan manusia yang tidak dapat dijawabnya. Sementara akal budi, mungkin dapat menjawabnya.

BERINOVASI MELALUI FACEBOOK

inovasi dapat dijelaskan sebagai perubahan yang terjadi dalam suatu konteks sosial tertentu dan waktu tertentu, yang sebelumnya mungkin sudah ada dan mungkin juga belum ada yang digunakan untuk mencapai tujuan maupun memecahkan masalah tertentu. Pada dasarnya inovasi adalah perubahan, tetapi tidak semua perubahan merupakan inovasi.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PEMANFAATAN FACEBOOK DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ONLINE DIP
KEUNGGULAN :
·        Mahasiswa tidak dibatasi oleh waktu dan ruang saat mengikuti pembelajaran online melalui facebook ini
·        Mahasiswa dapat menggunakan komputer/pc dan mobile untuk dapat terkoneksi asalkan ada internet
·        Mahasiswa dapat berkomunikasi dengan leluasa terhasap dosen, dibabdingkan dengan di kelas.
·        Mahasiswa mendapatkan ilmu pengetahuan yang lebih
·        Mahasisiwa tidak lagi merasa canggung dalam bertanya ataupun mengutarakan pendapatnya, terutama kepada dosen. Karena dosen dan mahasiswa berkomunikasi layaknya teman
KELEMAHAN :
·        Tidak semua mahasiswa memiliki modem/internet di rumahanya, dan perlu pergi ke warnet untuk mengerjakan tugas, sehingga mereka telat dalam mengepost jawaban mereka
·        Tidak semua sinyal di setiap kondisi cuaca/ daerah bagus
·        Saat mahasiswa menggunakan modemnya untuk internet, maka pasti adanya saat-saat quota internet mereka habis, sehingga koneksi melambat danuntuk membuka halaman http://www.facebook.com/ sangat sulit, apalagi untuk mengepost gambar (jpeg).


ANALISIS DATA “APAKAH PEMANFAATAN FACEBOOK DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DIP MERUPAKAN INOVASI/BUKAN
Dari jumlah 38 mahasiswa, terdapat 29 mahasiswa yang menjawab pertanyaan “yes, no dan yes no”
·        Dari jumlah 38 mahasiswa, terdapat 9 mahasiswa yang diam/ terlambat menjawab pertanyaan “yes, no dan yes no”
Dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa mahasiswa sudah mulai aktif mengikuti pembelajaran online lewat facebook, hanya saja masih  ada yang diam dan telat dalam menjawab pertanyaan tersebut.
 
 
 

DIFUSI INOVASI PENDIDIKAN

Difusi inovasi menurut Rogers(1962-1995), Sebuah proses dimana inovasi difusi dikomunikasikan dalam kurun waktu tertentu, pada anggota sistem sosial tertentu suatu tata hubungan antara inividu dengan individu lain. Tingkatan adopsi yang dijelaskan lebih terperinci oleh Rogers adalah sebagai berikut :
Inovator, Seseorang yang menyukai hal-hal baru Senang bereksperimen , biasanya inovator memiliki kedudukan penting dalam masyarakat atau biasanya seorang pemimpin yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
Early adopters, Seseorang yang cepat menerima suatu Inovasi, Cerdas. Ia merupakan seseorang yang selalu mempertimbangkan sebuah keputusannya berfikir kritis setelah ia telah memutuskan suatu keputusannya maka keputusan tersebut sudah benar-benar diyakini dan mantap untuk segera diaplikasikan. Early adopter ini merupakan seseorang pemimpin yang memiliki tanggung jawab penuh atas semua keputusannya karena hal ini dapat berpangaruh pada pengikutnya. 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi.

Rabu, 15 Desember 2010

PEMANFAATAN ICT UNTUK PENDIDIKAN PENCEGAHAN HIV/AIDS DI DAERAH PERBATASAN GREATER MEKONG SUBREGION



Jumlah pengidap HIV/AIDS dewasa (15-24 tahun) dan anak-anak  diakhir 2003      :
' Kamboja                                                       ± 170.000 orang
' Laos                                                              ± 1.700 orang
' Thailand                                                       ± 570.000 orang
' Vietnam                                                        ± 220.000 orang
' Cina dan separuhnya di propinsi Yunan      ± 840.000 orang
Dikalangan remaja, HIV sudah menjadi ancaman besar. Diantaranya factor yang mempengaruhi kerentanan masyarakat akan HIV :

BELAJAR BERBASIS ANEKA SUMBER


BELAJAR BERBASIS ANEKA SUMBER


Seiring dengan kemajuan Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), manusia dapat dengan mudah memperoleh ilmu pengetahuan dari berbagai sumber yang beraneka ragam serta dari segala penjuru dunia. Pengembangan kompetensi kognitif tingkat tinggi dab interpersonal skills yang diperlukan menghadapi tuntutan masa depan, bukan saja berkenaan dengan apa yang menjadi perolehan lulusan, tetapi terutama berkenaan dengan bagaimana perolohan itu didapat.
Belajar Berbasis Aneka Sumber (BEBAS) telah menjadi paradigm belajar saat ini. Untuk mengambangkan sumber daya manusia tidak ada cara yang paling tepat selain belajar, dan belajar. Menurut teori behaviourisme belajar adalah perubahan tingkah laku. Belajar adalah pembuka dari tidak tahu menjadi tahu, dari tiddak paham menjadi paham, dengan katalain terjadi perubahan dalam mental seseorang.

A.    PENGERTIAN BELAJAR BERBASIS ANEKA SUMBER
Belajar berbasis aneka sumber sangat terkait dengan beberapa pengertian dan system pembelajaran. Diantaranya open learning, distance learning, flexible learning, learning resources, resources based, seperti yang dikemukakan oleh Dorell (1993, p.xxi-xxii).
1.      “open learning” (pendidikan terbuka) adalah prinsip belajar terbuka bagi semua orang. Dengan kata lain tidak ada prakualifikasi seperti batas usia, status social-ekonomi, atau harus lulus pada level tertentu.
2.      “distance learning”

TEKNOLOGI PENDIDIKAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA


A.   DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
AECT (Association for Educational and Communications and Technology),2004. Teknologi Pendidikan adalah :
Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources.(Teknologi Pendidikan adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi.)
Definisi ini mengandung beberapa elemen kunci,yaitu :

·         Studi. Pemahaman teoritis, sebagaimana dalam praktek teknologi pendidikan memerlukan konstruksi dan perbaikan pengetahuan yang berkelanjutan melalui penelitian dan refleksi praktek, yang tercakup dalam istilah studi.
·         Etika Praktek. Mengacu kepada standard etika praktis sebagaimana didefinisikan oleh Komite Etika AECT mengenai apa yang harus dilakukan oleh praktisi Teknologi Pendidikan.
·         Fasilitasi. Pergeseran paradigma kearah kepemilikan dan tanggung jawab pembelajar yang lebih besar telah merubah peran teknologi dari pengontrol menjadi pem-fasilitasi.
·         Pembelajaran. Pengertian pembelajaran saat ini sudah berubah dari beberapa puluh tahun yang lalu. Pembelajaran selain berkenaan dengan ingatan juga berkenaan dengan pemahaman.
·         Peningkatan. Peningkatan berkenaan dengan perbaikan produk, yang menyebabkan pembelajaran lebih efektif, perubahan dalam kapabilitas, yang membawa dampak pada aplikasi dunia nyata.
·         Kinerja. Kinerja berkenaan dengan kesanggupan pembelajar untuk menggunakan dan mengaplikasikan kemampuan yang baru didapatkannya. 

B.  TEKNOLOGI KINERJA
Dalam teknologi kinerja, kami menggunakan definisi TP menurut Association for Educational Communications and Technology atau disingkat AECT 2004, sebagai landasan, karena didalam definisi tersebut menerangkan bahwa “the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources.” Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya yaitu untuk:

a) Memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran agar efektif,   efisien dan menarik
b) Meningkatkan kinerja.

C.  TEKNOLOGI PENDIDIKAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA
Dalam teknologi pendidikan improving performance atau diterjemahkan sebagai meningkatkan kinerja lebih sering merujuk pada suatu pernyataan mengenai keefektifan; bisa merupakan cara-cara yang diharapkan membawa hasil yang berkualitas, produk yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang efektif, dan perubahan-perubahan kompetensi yang dapat diterapkan di dunia nyata. Makna belajar itu pun menhBelajar merupakan suatu rangkaian proses interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah ada, interpretasi tersebut kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.

Efektif sering kali berdampak pada efisiensi, yaitu hasil yang dicapai dengan penggunaan waktu, tenaga, dan biaya seminim mungkin. Namun apa yang dimaksud dengan efisien sangatlah tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Efisiensi dalam gerakan pengembangan instruksional sistematis didefinisikan sebagai menolong peserta didik mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya yang diukur dengan evaluasi terstruktur (tes, ulangan, dsb). Oleh sebab itu proses kegiatan belajar dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sistematis. Pandangan ini berbeda dengan pendekatan cara belajar konstruktivis. Cara pandang konstruktivis menekankan pada posisi peserta didiklah yang menentukan tujuan mereka sendiri dan bagian apa yang hendak dipelajari. Belajar yang benar dan berhasil adalah apabila ilmu pengetahuan dapat dipahami secara mendalam, dialami, dan diterapkan untuk mengatasi masalah-masalah di dunia nyata, bukan berdasar hasil ujian atau ulangan. Konstruktivisme cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada pentahapan kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan konsteks yang kaya, baik dari landasan pengetahuan, masalah yang otentik, dan perangkat yang digunakan untuk memecahkan masalah. Itulah sebabnya efisiensi tergantung pada apa tujuan yang hendak dicapai dalam proses belajar.
Sementara kata performance atau kinerja merujuk pada dua hal yang saling berkesinambungan:
a) Kemampuan peserta didik untuk menggunakan dan mengaplikasikan kompetensi baru yang telah dicapainya; bukan sekedar mendapat pengetahuan kemudian stagnan, namun pengetahuan itu meningkatkan kompetensi dan kompetensi tersebut dapat diaplikasikan secara nyata.
b) Selain menolong peserta didik memiliki kompetensi yang lebih baik, alat dan ide-ide teknologi pendidikan dapat membantu para guru maupun perancang pembelajaran menjadi tenaga pendidik yang lebih mumpuni. Hasilnya mereka dapat menolong berbagai institusi mencapai tujuan dengan lebih baik.
Itulah mengapa teknologi pendidikan menyatakan dirinya sebagai salah satu bidang yang punya kemampuan untuk meningkatkan produktifitas pada level individu yaitu peserta didik dan tenaga pendidik hingga level organisasi.
Dalam tulisan Molenda dan Pershing makna peningkatan performa atau kinerja dibatasi pada keterlibatan teknologi dalam bidang pendidikan semata. Artinya bahwa teknologi dapat meningkatkan peran pendidikan untuk memperbaiki kinerja dan kualitas manusia.

A. Peningkatan Kinerja Peserta Didik Sebagai Pribadi
Pembelajaran dewasa ini menghadapi dua tantangan. Tantangan pertama, adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan kedua adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan yang sangat luar biasa. Dalam kerangka pembelajaran individual, teknologi pendidikan sebagai sebuah studi berupaya untuk meningkatan kinerja atau performa peserta didik melalui beberapa cara yaitu:

1.    Memberi pengalaman belajar bernilai lebih dengan difokuskan pada tujuan yang hendak dicapai, bukan sekedar keberhasilan melewati serangkaian test terstruktur.

2. Alih-alih menghafal pelajaran, melalui pemanfaatan teknologi pengalaman-pengalaman belajar yang didapat diharapkan dapat membawa pada tingkat pemahaman yang lebih dalam. Jika proses belajar ini dibuat lebih bernilai dengan mendesainnya sedemikian rupa, maka pengetahuan dan kompetensi yang baru dapat tertransfer lebih baik lagi.


Individual learning atau pembelajaran individual dapat diartikan “the ability of individuals to experience personal growth in their interactions with the world around them.” (www.ask.com). Melalui pembelajaran individual peserta didik langsung mengalami apa yang dipelajarinya, membangun sebuah pemahaman dengan model self-discovery sehingga penghayatan akan makna pelajaran menjadi lebih dalam tertanaman. Ada sebuah pepatah Cina kuno yang mengatakan

“Apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat;
Apa yang saya lakukan, saya paham.”

Pembelajaran bernilai lebih yang dimaksud oleh teknologi pendidikan adalah bahwa melalui aplikasi teknologi dalam bidang pendidikan:

1. Tujuan pembelajaran yang berfokus pada tes atau ujian yang sifatnya sangat dangkal dapat diubah. Artinya bahwa pembelajaran bagi siswa bukanlah sekedar menggali kemampuan kognitif, apalagi pada tingkat kognitif yang rendah yaitu pengetahuan dan pemahaman. Tujuan pembelajaran yang sekedar “berhasil dalam ujian” sudah pasti tidak memberikan peningkatan performa pada peserta didik.

2. Pengabaian pendidikan akan adanya multiple intelegensi pada peserta didik dapat dihindari. Menurut Howard Gardner, hakikatnya terdapat 7 tipe intelegensia anak (manusia secara umum), namun di sekolah hanya 2 tipe yang dimasukkan dalam intrakurikuler yaitu kemampuan berbahasa dan logika matematika. Sementara 5 intelegensia yaitu musik, kemampuan spasial, kinestetik, interpersonal, dan intrapersonal hanya merupakan tambahan. Konsekuensinya, output pembelajaran dalam pendidikan formal cenderung diasosiasikan dengan ilmu pengetahuan yang sempit, terbatas, dan pada tingkat yang redah.

3. Pembelajaran dapat merambah pada semua tingkat atau ranah kemampuan peserta didik yang semestinya baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik (taksonomi Bloom). Oleh karenanya salah satu cara yang diusahakan oleh teknologi pendidikan untuk meningkatkan kinerja peserta didik adalah melalui praktek-praktek design pembelajaran (pendekatan ID sistematis - Morrison)a ang mengarahkan perencana pembelajaran berpikir tentang berbagai outcome pembelajaran dan mengklarifikasi pada level apa tipe pembelajaran yang diharapkan. Jika saja keadaan ini tercipta maka peserta didik lebih dapat menikmati pengalaman aktifitas-aktifitas belajar dan metode penilaian yang sesuai dengan kebutuhan belajar, bukan sekedar ujian yang terstandarisasikan.

4. Kedalaman pembelajaran lebih mungkin dicapai. Hal ini untuk mengatasi apa yang sering terjadi dalam proses belajar yaitu belajar untuk menghafal. Weigel mengemukakan istilah pembelajaran di permukaan (surface learning) dan pembelajaran mendalam (deep learning) untuk memberikan perbedaan tujuan yang menyolok. Surface learning diwakilkan oleh kebiasaan penghafalan fakta, memperlakukan materi sebagai bagian-bagian informasi yang tidak berkaitan, dan melakukan prosedur rutin tanpa berpikir. Sebaliknya tujuan deep learning adalah mendorong peserta didik mengaitkan ide-ide dengan pengetahuan yang sudah didapat, mencari pola-pola utama, mempelajari pernyataan-pernyataan yang ada secara kritis, dan merefleksikannya dengan pemahaman mereka sendiri. Deep learning dapat terjadi dalam komunitas pembelajar yang berorientasi pada penyelidikan (inquiry-oriented). Komunitas ini bisa tercipta melalui aplikasi teknologi informasi dengan memanfaatkan web berbasis jaringan kerja seperti blog.

5. Terjadi transfer pembelajaran dalam dunia pendidikan formal. Diakui bahwa teknologi dapat membantu siswa memiliki kemampuan yang tinggi, sekaligus menerapkan pengetahuan baru di luar ruang kelas. Artinya bahwa dengan teknologi transfer ilmu pengetahuan tidak terbatas semata dalam ruang kelas melalui design pembelajaran (disebut sebagai soft technology) yang disusun pengajar, namun juga melalui hard technology yaitu penciptaan dan pemanfaatan lingkungan dimana pembelajar dapat mempraktekan pengetahuan dan kemampuannya dalam dunia nyata.

Teknologi pendidikan tidak hanya bergerak di persekolahan tapi juga dalam semua aktifitas manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh berkaitan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja. Oleh karena kinerja peserta didik baik di sekolah maupun di tempat kerja dapat ditingkatkan melalui penggunaan teknologi teknologi lunak seperti desain pembelajaran (ID) dan hard-tech, juga penciptaan dan pemanfaatan lingkungan di mana peserta didik dapat mempraktekkan dan mengaplikasi ilmu pengetahuan yang didapat dalam dunia nyata.


B. Peningkatan Kinerja Guru dan Para Perancang Pembelajaran

Aplikasi teknologi dalam bidang pendidikan dapat menolong para tenaga pengajar menciptakan proses belajar yang lebih menarik dan bernilai manusiawi. Teknologi pendidikan bagi pengajar memiliki manfaat luar biasa terutama dalam meminimalisir waktu pembelajaran dan meningkatkan efektifitas yang pada akhirnya dapat menambah produktifitas tenaga pengajar.

Beberapa langkah yang bisa digunakan untuk memperbaiki kinerja guru dan perancang desain pembelajaran adalah seperti penjelasan singkat berikut ini.
1. Mengurangi waktu pembelajaran.

TP memberikan wawasan untuk membantu para guru dan para desainer(trainer) mengurang waktu yang tidak efisien dalam pembelajaran melalui prosedur prosedur khusus dalam analisa kebutuhan dan analisa pembelajaran Melalui prosedur ini mengetahui apa yang menjadi tujuan pasti Dari tujuan pasti dari proses pembelajaran (penyampaian materi) dngan tujuan itu lah proyek pembelajarn di mulai. Konsekuensinya guru dan para desainer mengurangi waktu pembelajaan yang tidak efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Menciptakan pembelajaran yang lebih menguntungkan dari segi biaya.

Desain pembelajaran yang sistemasis menolong para perencana pembelajaran mencapai hasil yang luar biasa menguntungkan.

3. Menciptakan pembelajan yang ramah. pembelajaran lebih menarik.

Yang dimaksut dengan menarik disini sangat variasi tergantung kasus per kasus, tetapi secara umum pembelajaran yang menarik memiliki beberapa pengertian:

A.   Menantang, memberikan ekspetasi yang tinggi.
B.   Memiliki kesesuaian dengan pengalaman peserta didik di masa lalu dan dimasa yang akan datang.
C.   Ada unsur humor dan permainan dalam pembelajaran.
D.   Mempertahankan perhatian siswa melalui hal-hal yang baru.
E.   Terlibat secara intelektual dan emosional.
F.    Menggunakan berbagai bentuk penyajian.

Teknologi Pendidikan (TP) mempunyai sejarah panjang yang sangat menarik. Banyak inovasi-inovasi pembelajaran yang diinspirasi dari teroi kognitifisme, konstruktifisme, seperti problem base lerning yang didisaen untuk meningkatkan peserta belajar yang disampaikan oleh pengajar.

4. Menghormati nilai-nilai kemanusiaan.
Banyak inovasi didalam Teknologi Pendidikan (TP) yang berfokuskan dalam nilai-nilai kemanusiaan. Artinya murid adalah orang yang tidak dijejali ilmu saja atau dengan kata lain adalah memanusiakan murid. Hal ini sesuai dengan bentuk inovasi yang dibuat dengan melihat murid dari segi behaviourisme. Secara singkat dapat di samapikan bahwa hasil inovasi Teknologi Pendidikan (TP) menempatkan peserta didik sebagai pemegang control dalam proses pembelajaran.

C. Peningkatan Kinerja Organisasi
Pada awalnya teknologi diadopsi oleh organisasi adalah untuk meningkatkan produktifitas organisasi, terutama untuk memangkas biaya dan meningkatkan hasil. Itulah yang menjadi tujuan pemanfaatan teknologi di dunia bisnis dan industri. Namun tujuan ekonomis seperti ini boleh dikata kurang populer di organisasi atau lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi. Oleh sebab itu perlu dikaji lebih dalam lagi beberapa kemungkinan peran teknologi dalam meningkatkan produktifitas di organisasi pendidikan.
1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
Efisiensi adalah doing things right (dengan benar) dan efektifitas adalah doing the right things (yang benar). Dalam dunia pendidikan kata efisiensi bisa dipandang sebagai rancangan, pengembangan, dan melakukan pembelajaran dnegan cara memanfaatkan sumber-sumber sekecil mungkin untuk mencapai hasil yang, paling tidak, sama atau lebih baik. Sementara kata efektifitas berarti melakukan perbuatan yang memang benar-benar bisa menolong peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yaitu menguasai pengetahuan, punya keahlian, dan terjadi perubahan sikap. Kita membutuhkan keduanya. Pembelajaran yang efisien menjadi kehilangan makna jika tidak bisa mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu pembelajaran yang menghasilkan hasil belajar yang diinginkan tetapi boros penggunaan biaya, tidak tepat waktu, atau tidak punya dampak menghasilkan lulusan yang tepat guna sama dengan pembelajaran yang tidak produktif.



2. Sebuah perspektif sistem bagi kinerja organisasi
Dalam pendidikan kalimat “hasil yang diinginkan” bisa bermakna berbeda sesuai dengan persepsi masing-masing orang. Oleh sebab itu perlu sebuah pengukuran what goals are worth pursuing and what indicators should be used to measure progress toward those goals” (hal.65). Banyak perdebatan yang dilakukan oleh ilmuwan pendidikan apakah memang ukuran keberhasilan yang dipakai oleh organisasi-organisasi bisnis dan industri (ekonomi) bisa dengan begitu saja diterapkan dalam organisasi pendidikan. Terlepas dari hal tersebut, pendekatan atau cara pandang sistem, secara total dan menyeluruh dapat membantu organisisi atau institusi pendidikan mendefinisikan dan mencapai tujuan yang berharga (output) dengan proses pembelajaran yang seefisien dan seefektif mungkin.
Esensi dari pendekatan sistem adalah melangkah ke belakang dan mencatat faktor apa saja yang terjadi di sekitar dan mempengaruhi kejadian-kejadian dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Dengan melihat kondisi pembelajaran di kelas maka dapat diperoleh pemahaman lingkungan apa yang seharusnya diciptakan untuk mendukung strategi pembelajaran yang lebih berdampak.
Organisasi dapat meningkatkan produktifitas komponen yang ada di dalamnya, terutama faktor SDM nya dengan menolong mereka memperoleh pengetahuan yang baru, keahlian baru, dan menciptakan sikap baru yang lebih positif. Namun ada usaha lain yang lebih mendalam yaitu dengan mengubah kondisi-kondisi di dalam organisasi sehingga orang lebih dapat memiliki performa kerja lebih baik lagi untuk mencapai tujuan organisasi, dengan atau tanpa pembelajaran tambahan. Usaha perbaikan kinerja yang sifatnya noninstructional intervention seperti mencipatkan kondisi kerja yang lebih baik, alat kerja yang lebih memadai, dan memotivasi pekerja menjadi lebih giat dilabelkan sebagai HPT atau human performance improvement atau Teknologi Kinerja Manusia. Keseluruhan intervensi yang bersifat instruksional dan noninstruksional dalam organisasi merupakan usaha untuk mengembangkan atau meningkatkan kinerja organisasi.
3. HPT
HPT atau Teknologi Kinerja Manusia menurut Pershing adalah “the study and ethical practice of improving productivity in organizations by designing and developing effective interventions that are result-oriented, comprehensive, and systemic.” HPT merupakan seperangkat metode, prosedur, dan strategi untuk memecahkan masalah dalam kerangka organisasi. Sesuai dengan namanya maka HPT bersentuhan langsung dengan potensi manusia sebagai sumber daya kerja dalam organisasi. Penanganan performa SDM dengan baik akan dapat meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Bagaimana departemen Human Resource atau Personalia mengelola karyawan untuk meningkatkan efektifitas kerja mereka adalah bidang yang ditangani oleh HPT. Intinya HPT mengkaji tentang upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja orang dalam suatu organisasi melalui pendekatan yang sistematis, sistematis dan ilmiah. Para teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai suatu solusi dalam memecahkan masalah.

 Menurut Barbara B. Seels dan Rita C. Richey. Dalam Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk). Teknolog kinerja akan cenderung memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi. Hal ini mencakup empat proses yaitu analisa, desain, pengembangan, dan produksi. Menurut teknologi kinerja yang pada akhirnya menolong kita melihat posisi teknologi pendidikan dalam HPT secara menyeluruh adalah bahwa pendidikan merupakan satu dari berbagai intervensi yang mungkin diterapkan dalam meningkatkan kinerja di tempat kerja.